no image
M.FARHAN
Kelas IX
4 RUMAH YANG TERBAKAR
Embun pagi masih menempel di dedaunan ketika api pertama kali terlihat. Seutas asap tipis, awalnya, dari rumah Pak Usman, yang paling ujung di deretan empat rumah tua di Jalan Kenari. Tak lama kemudian, asap berubah menjadi kobaran api yang ganas, menjilat dinding kayu yang lapuk. Api, seperti ular haus, merayap cepat, menyebar ke rumah-rumah di sebelahnya.

 

Rumah Pak Usman, penuh dengan aroma rempah dan kayu manis—warisan usaha toko rempahnya yang sudah turun temurun—kini hanya menyisakan kerangka hangus. Pak Usman, dengan wajah pucat pasi, hanya bisa menyaksikan seumur hidupnya terbakar habis. Kenangan masa kecilnya, resep-resep rahasia keluarganya, semuanya lenyap ditelan api.

 

Api melompat ke rumah Bu Aminah, sebuah rumah kecil yang selalu dipenuhi tawa anak-anak. Bu Aminah, seorang penjahit ulung, berusaha menyelamatkan mesin jahit kesayangannya, namun api terlalu cepat. Rumahnya, tempat ia mengasuh cucu-cucunya, kini hanya menyisakan abu dan aroma anyir. Ia hanya bisa memeluk erat foto-foto keluarganya yang berhasil ia selamatkan.

 

Rumah ketiga, milik keluarga muda, Sari dan Budi, terbakar lebih hebat. Api yang menyambar dari rumah Bu Aminah dengan cepat melahap rumah mereka yang terbuat dari bahan yang lebih mudah terbakar. Sari, seorang guru, dan Budi, seorang musisi, hanya bisa menyaksikan mimpi-mimpi mereka—rumah impian, piano baru Budi—lenyap dalam sekejap mata. Mereka hanya mampu saling berpelukan, mencari kekuatan di tengah keputusasaan.

 

Api terakhir mencapai rumah Mbah Karto, seorang pertapa tua yang tinggal sendirian. Rumahnya, yang penuh dengan barang-barang antik dan buku-buku tua, memiliki daya tahan lebih lama. Namun, api akhirnya juga berhasil merobohkannya. Mbah Karto, yang dikenal bijaksana, diam saja menyaksikan rumahnya terbakar. Ia seakan menerima takdir, mengetahui bahwa materi hanyalah sementara.

 

Empat rumah, empat kisah, hancur dalam satu malam. Namun, di tengah kepiluan itu, tetangga-tetangga berdatangan, membantu memadamkan api, menawarkan tempat tinggal sementara, dan saling memberikan dukungan. Api mungkin telah menghancurkan rumah-rumah mereka, tetapi tidak dapat menghancurkan ikatan persaudaraan dan semangat kebersamaan yang telah lama terjalin di antara mereka. Dari abu dan keputusasaan, akan tumbuh harapan baru.